-

Google Ads

.

Nasehat Bijak Bukek Siansu 8





Postingan kali ini adalah kelanjutan dari  Nasehat Bijak Bukek Siansu 7 yang diambil dari buku silat Bukek Siansu (無極先師) jilid 1 sampai dengan jilid 24, karya Asmaraman Sukowati Khoo Ping Hoo. Sebelumnya mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan dalam merangkum pesan yang ada didalam buku silat Bukek Siansu tersebut. Dikarenakan jumlahnya ada banyak, supaya anda sekalian tidak merasa bosan membacanya maka, pesan akan di bagi menjadi beberapa postingan sesuai nomor judulnya.




  • Kita miskin akan cinta kasih sehingga setiap perbuatan kita dicengkeram pamrih. Kalau cinta kasih memenuhi hati kita, maka segala pamrih akan lenyap tanpa bekas dan setiap perbuatan kita adalah wajar dan tentu saja benar karena dasarnya cinta kasih yang melekat pada bibir setiap orang, yang menjadi hampa karena disebut-sebut dan disanjung-sanjung, diberi pengertian lain, dan dipecah-pecah!
     
  • Di mana terdapat cemburu, benci, sengsara, marah, dan lain-lain, cinta kasih tidak akan ada.
     
  • Di mana terdapat si "aku" yang selalu mengejar keuntungan dan kesenangan lahir batin, cinta kasih tidak akan pernah ada. karena bagi Si Aku, cinta kasih berarti kesenangan untuk "aku" lahir batin yang berupa ketenteraman, jaminan, kepuasan, dan kenikmatan. Maka, sekali satu di antara yang dikejar itu luput, berakhirlah cinta kasihnya dan berubah menjadi cemburu, kemarahan dan kebencian!
  • Telah menjadi kelemahan kita manusia dalam penghidupan kita ini bahwa kita selalu melekat kepada benda-benda duniawi. Kita lupa bahwa benda-benda itu yang memang merupakan perlengkapan hidup dan kita butuhkan, hanyalah menjadi hamba kita, menjadi kebutuhan kita selagi hidup. Akan tetapi kita silau oleh benda-benda mati itu, kita mengejarnya dan mengumpulkannya, bukan lagi karena kebutuhan, melainkan karena ketamakan, karena rakus sehingga kita mengumpulkan sebanyak mungkin. Setelah itu, kita menjadi hamba duniawi, kita melekatkan diri dan kita telah merubah batin kita menjadi benda-benda itu! Maka kita selalu mempertahankan duniawi secara mati-matian, kita tidak bisa lagi hidup tanpa dia, lahir maupun batin.
     
  • Kehilangan harta benda menjadi hal yang amat hebat dan penuh derita. Mencari dan mengumpulkan harta benda menjadi hal yang paling penting di dalam hidup kita sehingga kalau perlu dalam mengejar duniawi berupa harta benda, kedudukan, kemuliaan dan lain-lain, kita tidak segan-segan untuk sikut-menyikut jegal-menjegal, bunuh-membunuh antara manusia! Maka akan BAHAGIALAH DIA YANG MEMPUNYAI NAMUN TIDAK MEMILIKI, dalam arti kata, mempunyai apa saja di dunia ini karena ada hubungannya, karena ada kebutuhannya, hanya mempunyai lahiriah saja, namun batin sama sekali tidak memiliki, sama sekali tidak terikat atau melekat sehingga punya atau tidak punya bukanlah merupakan soal penting lagi!
  • Kalau dilihat kenyataannya, apa sih bedanya antara tawa dan tangis? Apakah bedanya antara senang dan susah, antara nyeri dan nikmat? Kesemuanya adalah dua muka dari satu tangan, tak terpisahkan.
  • Dari jaman dahulu sebelum sejarah tercatat sampai sekarang, akibat-akibat yang mengerikan terjadi dan menimpa diri pihak yang kalah perang. Demikian pula nasib para bangsawan di kota raja yang tidak sempat melarikan diri. Banyak orang dibunuh hanya oleh tudingan jari tangan orang lain yang memfitnahnya, mengatakan bahwa orang itu adalah mata-mata pemerintah. Mayat bergelimpangan di sepanjang jalan dan anggauta-anggauta pasukan pemberontak yang menang perang itu berpesta pora mengangkuti harta benda dan wanita dari pihak yang kalah. Jerit tangis wanita-wanita yang dipaksa dan diperkosa, membumbung tinggi ke angkasa, bercampur baur dengan sorak dan tawa kemenangan.
  • Sudah lajim bagi kita manusia di dunia ini untuk selalu menjadi hamba dari cita-cita kita sendiri. Seluruh kehidupan ini seolah-olah dikuasai dan diatur oleh cita-cita kita masing-masing.
     
  • Kita tenggelam dalam khayal dan cita-cita, tidak tahu betapa cita-cita amatlah merusak hidup kita . Cita-cita membuat pandang mata kita selalu memandang jauh ke depan penuh harapan untuk mencapai sesuatu yang kita cita-citakan. Pandang mata yang selalu ditujukan ke masa depan yang belum ada ini, tangan yang dijangkaukan ke depan untuk selalu mengejar apa yang belum kita miliki membuat kita hidup seperti dalam bayangan. Kita tidak mungkin dapat menikmati hidup, padahal hidup adalah saat demi saat, sekarang ini, bukan masa depan yang merupakan bayangan khayal atau masa lalu yang sudah mati.
     
  • Sekali kita menghambakan diri kepada cita-cita, selama hidup kita akan terbelenggu oleh cita-cita karena tidak ada cita-cita yang dapat terpenuhi sampai selengkapnya, dan kita terseret ke dalam lingkaran setan yang tak berkeputusan. Mendapat satu ingin dua, memperoleh dua mengejar tiga dan selanjutnya, itulah cita-cita! Dan semua itu akan kita kejar terus sampai kematian merenggut kehidupan kita, bahkan di ambang kubur sekali pun di waktu mendekati kematian, kita masih terus di cengkeram cita-cita, yaitu cita-cita untuk masa depan sesudah mati!
     
  • Betapa mungkin kita dapat menikmati hidup ini kalau mata kita selalu memandang masa datang yang belum ada? Sebaliknya, orang yang bebas dari cita-cita, bebas dari masa lalu dan masa depan, dapat menghayati hidup ini saat demi saat!
  • Banyak orang membantah, mengatakan bahwa cita-cita mendatangkan kemajuan, tanpa cita-cita kita tidak akan maju. Apakah cita-cita itu? Apakah kemajuan itu? Cita-cita adalah keinginan akan sesuatu yang belum terdapat oleh kita. Dan keinginan seperti ini merupakan dorongan nafsu yang tak mengenal kenyang, makin dituruti makin lapar dan haus, menghendaki yang lebih. Dan akhirnya akan sukar dibedakan lagi dengan ketamakan, kerakusan yang mendatangkan pertentangan, permusuhan dan kesengsaraan. Dan apakah kemajuan itu? Sudah menjadi pendapat umum bahwa kemajuan adalah keduniawian, harta benda, kedudukan, nama besar. Apakah "kemajuan" seperti ini mendatangkan kebahagiaan" hanya mereka yang telah memiliki nama terkenal saja yang mampu menjawab, dan jawabannya pasti TIDAK!
  • Makin banyak kedudukan atau nama besar, makin ketat kita melekat kepada duniawi, makin banyak pula kesengsaraan hidup yang kita derita berupa kekecewaan, pertentangan dan kekhawatiran. karena yang sudah pasti saja, hanya mereka yang masih memiliki lahir batin yang akan kehilangan! Dan kehilangan berarti kekecewaan, kedukaan dan sebelumnya terjadi kehilangan, kita digerogoti kekhawatiran.


Sumber: Bukek Siansu Jilid 1-24
Bersambung ke Nasehat Bijak Bukek Siansu 9


0 Response to "Nasehat Bijak Bukek Siansu 8"

Posting Komentar

wdcfawqafwef