Kisah Jakarta & Medan
Dengan jubah hitam, mereka turun dari beberapa mobil. Jubah itu dipakai untuk menutupi pakaian warna-warni ala Tionghoa. Mereka tampak seperti serikat rahasia atau para tukang sihir, tapi ternyata mereka adalah orang2 yang diundang untuk menghadiri perayaan Tahun Baru Imlek di wilayah Kemang, Jakarta.
Setelah sampai di rumah yang mengundang, dan menunjukkan undangan, terkemudian mereka harus memastikan, jika kertas undangan tersebut tak meninggalkan bekas. Dalam rumah mereka baru membuka jubah hitamnya dan mulai merayakan Imlek. Ketika akan pulang, jubah hitam kembali dikenakan. Begitulah aktifitas perayaan Imlek selama lebih dari 30 tahun. Imlek menjadi aktifitas rahasia, dan bagi yang ketahuan menyelenggarakannya, bukan main resikonya.
Orang2 Tionghoa Medan, memiliki akal yang luar biasa , agar tetap merayakan Imlek dengan Barongsai. Dengan dana sebesar 8 Juta (tahun 1978) mereka mendatangkan penari Barong dari Bali. Kesenian ini merupakan akulturasi budaya agung antara Tionghoa dan Bali sehingga Orde Baru tak memiliki daya upaya untuk melarangnya. Barong Bali ini keliling kebeberapa kota di Sumatera Utara untuk mengobati kerinduan masyarakat akan Barongsai yang sesungguhnya.
Imlek dan Barongsai yang telah ratusan tahun menjadi bagian dari budaya Indonesia, justru dianggap "tak berkepribadian Indonesia". Memang bodoh dan kurang ajar sekali orde baru dengan segala kebijakan diskriminatifnya terhadap etnis Tionghoa.
Persaudaraan kita sebagai sesama anak bangsa jelas sangat terganggu, dan dampaknya masih terus kita rasakan, bahkan sampai hari ini. Sepatutnya, hal ini tak boleh terulang kembali dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Kita Sebangsa Setanah Air dan Setara!
Merdeka!
Merdeka!
Sumber:
1.Majalah Tempo, 18 Februari 1978
2. Seribu Senyum Dan Setetes Air Mata, karya Myra Sidharta.
3. Integrasi Budaya Tionghoa Ke Dalam Budaya Bali, Editor: Made Sulistyawati.
1.Majalah Tempo, 18 Februari 1978
2. Seribu Senyum Dan Setetes Air Mata, karya Myra Sidharta.
3. Integrasi Budaya Tionghoa Ke Dalam Budaya Bali, Editor: Made Sulistyawati.
4. Koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.
5. Azmi Abubakar
5. Azmi Abubakar
0 Response to "Imlek Ketika Masih Terlarang"
Posting Komentar