-

Google Ads

.

Kisah Pilu Gugurnya Letnan Tan Keng Ban



Keterangan foto tidak tersedia.
Letnan Tan Keng Ban
Pada Masa Pendudukan Jepang

Bersama Tan Tjong To, putranya yang ketiga, Tan Keng Ban, putra terbaik bangsa Indonesia yang memangku jabatan sebagai pimpinan masyarakat Tionghoa, dihabisi hidupnya dengan sangat kejam, yakni dengan cara penggal kepala oleh penjajah Jepang. 

Mereka adalah 2 diantara 100 orang lainnya yang juga gugur dengan cara yang sama. Jasad-jasad korban dari peristiwa pembantaian keji tersebut ditemukan pada tanggal 11 April 1947 pada suatu kampung bernama Air Putih di hulu sungai Mahakam.

Semua kusuma bangsa itu, akhirnya dimakamkan kembali dengan upacara kehormatan militer. Keluarga Tan Keng Ban sudah berbilang generasi tinggal di Samarinda, Kalimantan. Ayahnya, Letnan Tan Djit Peng adalah pimpinan masyarakat Tionghoa yang memegang jabatan sekitar tahun 1895 sampai 1915 di Samarinda.

Tan Ken Ban dikenali sebagai hartawan yang sangat dermawan, tak heran jika kemudian dipercaya untuk memimpin masyarakat Tionghoa di Sanga Sanga, Kutai Kertanegara.

Sejak masa penjajahan Belanda, masyarakat Tionghoa di Kutai Kertanegara, dikenal sangat berani terhadap Belanda. Satu peristiwa yang tercatat adalah pada tahun 1925, terjadi ketegangan antara para pekerja Tionghoa yang sedang berdemonstrasi dengan pihak militer Belanda. Para pekerja yang sedang merayakan hari buruh mengadakan arak-arak an sepanjang jalan di Kutai, tapi kemudian arak-arakan ini dihentikan dan dibubarkan oleh militer, karuan saja terjadi kegaduhan, hingga terdengar letusan senjata api yng terlepas dari kedua belah pihak, tembak menembak terjadi.

Sebagai pimpinan yang dihormati kalangan Tionghoa, Tan Ken Ban berperan besar dalam menghentikan keadaan kritis tersebut. Sebagai pedagang yang sibuk, Tan Keng Ban sebetulnya sudah terlalu repot dengan urusannya, tapi karena permintaan yang amat sangat dari orang-orang Tionghoa, maka ia mau juga memangku jabatan yang sebenarnya lebih bersifat sosial.

Beliau menjabat dari tahun 1928 sampai dengan datangnya Jepang, pada tahun 1942. Selama pendudukan Jepang, dua kali Tan Keng Ban ditangkap, dan dua kali pula dia dibebaskan, tapi dalam penangkapan yang ketiga kalinya (saat itu usia 69 tahun) beliau tak pernah terlihat balik kembali lagi, sampai terdengar kabar pada tahun 1947, yakni dua tahun setelah menyerahnya Jepang, ditemukan pemakaman massal, dan beliau oleh anak kandungnya, dapat dikenali diantara 100 korban lainnya.

Ketika peristiwa keji tersebut diatas dituliskan, yaitu pada tahun 1949, belum ada sama sekali upaya perhitungan tuntutan terhadap pihak Jepang. Bahkan, sampai saat ini (2019) peristiwa tersebut seolah dilupakan dan sudah terkubur dalam-dalam.

Padahal ini adalah peristiwa yang dapat diajukan sebagai tindakan kejahatan perang oleh pihak Jepang. Orang2 Tionghoa menjadi korban kekejaman tak terperikemanusiaan selama masa pendudukan Jepang, jarang kita dengar ada tokoh-tokoh penting dari etnis lainnya yang mengalami nasib mengenaskan seperti mereka.

Saya pernah juga menuliskan kisah dipenggalnya pimpinan Tionghoa di Makassar oleh Jepang, yaitu Mayor Thung Liong Hwee bersama 4 putra kandung dan seorang menantunya. Pemenggalan terhadap mereka adalah peristiwa maha penting, karena hal itu menjadi penanda jatuhnya Indonesia bagian timur ke dalam wilayah pendudukan Jepang.

"Bukankah sejarah telah menceritakan kepada kita, bahwa orang-orang Tionghoa adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan panjang perjuangan bangsa Indonesia?"

Sumber:
1. Musium Peranakan Tionghoa
2. Azmi Abubakar

0 Response to "Kisah Pilu Gugurnya Letnan Tan Keng Ban"

Posting Komentar

wdcfawqafwef